Senin, 21 November 2016

UNIVERSITAS TAMANSISWA


   Kebijakan Pembangunan Peternakan Kambing dan Domba di Indonesia


Ropi Candra
13.1000.5311014 





 PRODI PETERNAKAN
 UNIVERSITAS TAMANSIWA PADANG




















BAB I
PENDAHULUAN

                  Pada dasarnya domba dan kambing merupakan jenis hewan ternak pemakan rumput yang tergolong ruminansia kecil, keduanya pun populasinya hampir tersebar merata dan ada di seluruh dunia. Namun bila kita melihat visual fisiknya dengan cermat maka domba berbeda dengan kambing. Postur tubuh domba cenderung lebih bulat dibandingkan dengan kambing yang ramping. Daun telinga kambing panjang dan terkulai. Bentuk bulu domba pun lebih ikal dan keriting sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bulu wool sedangkan lain halnya dengan kambing yang cenderung lurus. Hewan ternak domba yang ada sekarang diduga merupakan hasil dometikasi manusia dari 3 jenis domba liar: Domba Mouflon dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Domba Argali dari Asia Tenggara serta Urial dari Asia. Domba-domba ini awalnya diburu secara liar sampai akhirnya diternakkan oleh manusia.

            Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan,pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan produk peternakan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragamdan merata. Sedang swasta dan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan, dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk ternak.

            Pembangunan peternakan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan program yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya lokal untuk membangun peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutanserta membangun sistem peternakan nasional yang mampu memenuhi kebutuhan terhadap produk peternakan dan mensejahterakan peternak. Oleh karena itu program pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak, mengembangkan usaha budidaya dalam rangka meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak, meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan, meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) dan meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan.


BAB II
ISI

A.  KEBUTUHAN DOMBA DAN KAMBING DI INDONESIA
Sebagai bagian dari sektor usaha peternakan nasional, prosentase kebutuhan daging domba dan kambing masyarakat Indonesia adalah masih jauh di bawah sub sektor usaha peternakan lainnya seperti ayam/ unggas (56%), sapi (23%) serta babi (13%). Menurut data Ditjen. Peternakan – Deptan RI tahun 2005, konsumsi daging domba dan kambing di masyarakat memang masih sangat rendah yaitu hanya sekitar 5%. Namun bila melihat potensi kebutuhan daging hewan ternak ini yang pada tiap tahunnya kurang lebih sekitar 5,6 juta ekor untuk kebutuhan ibadah kurban saja, dan belum termasuk kebutuhan pasokan untuk aqiqah, industri restoran sampai dengan warung sate kaki lima yang membutuhkan 2 – 3 ekor tiap harinya, pertumbuhan populasi domba dan kambing adalah belum sebanding dengan angka permintaan yang terus meningkat. Potensi ini belum dihitung kebutuhan pasar di kawasan Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, serta kawasan Timur Tengah yang tiap tahunnya membutuhkan kurang lebih 9,3 juta ekor domba. Di mana kebutuhan pasokan daging domba untuk kawasan Timur Tengah sampai saat ini masih dipenuhi oleh Australia dan Selandia Baru.

Miris memang, di mana Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi masyarakat muslim terbesar di dunia sebenarnya lebih memiliki peluang untuk itu. Pertumbuhan populasi domba dan kambing di Indonesia adalah relatif kecil sedangkan permintaan terus meningkat seiring jumlah penduduk dan perbaikan pendapatan kesejahteraan masyarakat. Bukan mustahil suatu saat akan terjadi kelangkaan produksi daging domba dan kambing sehingga pelaksanaan ibadah kurban akan mengimpor dari Australia ataupun Selandia Baru. Di Indonesia, keberadaan populasi domba dan kambing hampir tersebar dengan merata di seluruh wilayah. Namun sayangnya pemeliharaan ternak domba dan kambing di negeri ini sebagian besar masih dalam skala kecil dan tradisional. Berbeda dengan Australia, pola peternakan intensif dengan dukungan teknologi telah menjadikan negara tersebut dapat menghasilkan produksi domba skala besar dan berkualitas. Bayangkan saja, total ekspor daging domba Australia ke negara Saudi Arabia pada tahun 2006 adalah setara dengan 3,6 juta ekor. Populasi hewan ternak domba dan kambing terbesar pada akhir tahun 2006 ada di wilayah provinsi Jawa Barat yaitu kurang lebih 3,5 juta ekor atau sekitar 49% dari jumlah populasi nasional. Di provinsi ini bahkan terdapat jenis hewan ternak ruminansia kecil yang merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia serta menjadi ciri khas provinsi yang dikenal dengan julukan bumi parahyangan tersebut

B.  JENIS DOMBA DAN KAMBING  DI INDONESIA
Jenis-jenis Kambing yang di ternakkan di Indonesia
1. Kambing kacang
Kambing kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali dikembangkan di Indonesia. Badannya kecil. Tinggi gumba pada yang jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada yang jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek. Kambing kacang merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi. Kambing kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging.

2.  Kambing Etawa
Kambing Etawa didatangkan dari India yang disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90 sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu menghasilkan susu hingga tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai sebagai kambing “Peranakan Etawa” atau “PE”. Kambing PE berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia.

3.  Kambing Jawarandu
Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak 1,5 liter per hari. Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo, Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina merupakan tipe pedaging.

4.  Kambing Marica
Kambing Marica adalah suatu variasi lokal dari Kambing Kacang
Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan

5.  Kambing Samosir
Berdasarkan sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan upacara persembahan pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan aninisme (Parmalim) oleh penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwama putih, maka secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing mereka mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi pulau Samosir yang topografinya berbukit, ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik.

6. Kambing Muara
Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara di Propinsi Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara ini lebih besar dari pada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing Muara ini sering juga beranak dua sampai empat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa pakai susu tambahan dan pakan tambahan tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor.

7. Kambing Kosta
Lokasi penyebaran kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadang-kadang ada yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor). Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang belang didominasi oleh warna putih. Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian kiri dan kanan muka, selain itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos di bagian kaki belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE), namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian belakang sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging.
9. Kambing Gembrong
Asal kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini adalah berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3 cm. Warna tubuh dominan kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebahagian berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya adalah satu warna sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong adalah 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2 kg dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20%.

10. Kambing Boer
http://thoms212.blogspot.sg/2014/10/kebijakan-pembangunan-peternakan.html
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi dirinya dari kanker kulit akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini sangat suka berjemur di siang hari.

Jenis-jenis domba yang di ternakkan di Indonesia
1.         Domba Garut (Domba Priangan)
Domba Garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba lokal (asli Indonesia), Domba Cape/Capstaad (Domba Ekor Gemuk atau Kibas) dari Afrika Selatan dan Domba Merino dari Asia Kecil. Ciri-ciri domba garut yaitu Bertubuh besar dan lebar, lehernya kuat, dahi konveks. Domba priangan jantan memiliki tanduk besar dan kuat, melengkung ke belakang berbentuk spiral, dan pangkal tanduk kanan dan kiri hampir menyatu. Sedangkan domba betina tidak memiliki tanduk, panjang telinga sedang, dan terletak di belakang tanduk. Domba jantan mempunyai berat 40-80 kg, sedangkan betina 30-40 kg.Kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun telinga. Keunggulan domba priangan ini adalah kulitnya merupakan salah satu kulit dengan kualitas terbaik di dunia, selain itu dengan leher yang kokoh dan tubuh yang besar, kuat, domba ini sesuai untuk domba aduan. Keunggulan lainnya adalah penghasil daging yang sangat baik dan mudah dipelihara.

2. Domba Texel Wonosobo (Dombos)
Domba Texel atau juga dikenal dengan nama Dombos yang artinya Domba Texel Wonosobo. Domba Texel mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dari domba jenis lain yaitu mempunyai bulu wol yang keriting halus berbentuk spiral berwarna putih yang menyelimuti bagian tubuhnya kecuali perut bagian bawah, keempat kaki dan kepala. Postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher panjang dan ekor kecil. Domba Texel tergolong ternak unggulan yang berpotensi sebagai penghasil daging. Bobot badan dewasa jantan dapat mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg dengan karkas sekitar 55 %.

3.  Domba Batur Banjarnegara (Domas)
Domba Batur (atau Domas) sebenarnya merupakan domba hasil persilangan dari domba lokal yaitu domba Ekor Tipis (Gembel). Persilangan domba asal Tapos dan domba lokal menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai domba Batur atau Domas.  Ciri-ciri Domba Batur yaitu tubuhnya besar dan panjang, kaki cenderung pendek dan kuat, domba jantan maupun betinanya tidak memiliki tanduk, kulitnya relatif lebih tipis dibandingkan domba garut, kibas, atau gembel, namun bulunya tebal dan warna bulu dominan putih dan menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian muka domba.

4. Domba Ekor Tipis (Domba Gembel)
Ciri-ciri domba ekor tipis  yaitu termasuk golongan domba berperawakan kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba betina 15-20 kg, bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam di sekeliling mata, hidung, dan beberapa bagian tubuh lain, ekornya tidak menunjukkan adanya desposisi lemak, telinga umumnya medium sampai kecil dan sebagian berposisi menggantung, domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan yang betina umumnya tidak bertanduk. Keunggulan domba ekor tipis ini adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 2-5 ekor setiap kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim kawin, serta mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang buruk.

5. Domba Ekor Gemuk (Domba Kibas)
Domba Ekor Gemuk dikenal juga dengan nama Domba Kibas (di Jawa), juga dikenal sebagai domba Donggala (di Sulawesi Selatan).  Ciri-ciri domba ekor gemuk  yaitu bentuk badannya sedikit lebih besar daripada domba lokal lainnya, berat domba jantan mencapai 40-60 kg, sedangkan domba betina 25-50 kg, warna bulu wolnya putih dan kasar. Domba ini memiliki ekor yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil karena tidak terjadi penimbunan lemak. Cadangan lemak di bagian ekor berfungsi sebagai sumber energi pada musim paceklik.

6. Domba Hampshire
Domba Hampshire dikembangkan di daerah Hampshire, Inggris, pada abad ke-19 melalui persilangan antara domba Southdown jantan dengan domba betina keturunan Wiltshire Horn dan Berkshire Knot. Ciri-ciri Domba Hampshire yaitu wajah berwarna gelap, Bulu panjang dan tebal berwarna coklat, Telinga agak melengkung, Kaki berwarna hitam dan tidak ditutupi wol.

C.  KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI INDONESIA
            Sebagian besar ternak kambing dan domba diusahakan sebagai usaha rakyat. Secara umum, Indonesia sampai saat ini dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan hingga kini belum ada investor berminat mengimpor kambing dan domba. Sebagaimana diketahui, Australia merupakan negara terbesar dalam mengekspor kambing dan domba ke berbagai Negara Arab dan Asia, rata-rata 5 juta ekor per tahun sama besar dengan populasi domba d Indonesia. Sekalipun tidak mengimpor kambing dan domba, namun terdapat gejala pengurasan populasi kambing dan domba di Indonesia. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa provinsi seperti Jatim dan Jabar mengalami pengurasan ternak kambing dan domba dalam 10 tahun terakhir. Indikator lain dapat dilihat dari perkembangan harga kambing dan domba yang terus meningkat dengan tingkat relatif tinggi yaitu 40 persen dari tahun ke tahun, merupakan indikasi ada kelangkaan ternnak kambing dan domba.

            Perusahaan swasta usaha ternak kambing dan domba sulit berkembang, karena penyebaran dan penetrasi usaha rakyat sedimikian rupa sehingga mempersempit pasar bagi usaha swasta. Kebijakan pengembangan swasta hanya mungkin jika pasar ekspor dibuka. Namun demikian, membuka pasar ekspor berarti membutuhkan ukuran usaha dalam skala besar, membutuhkan padang penggembalaan luas. Selama ini, para investor kurang berminat mengusahakan ternak akmabing dan domba karena tidak memahami bisnis ini, resiko relative tinggi, ternak kambing dan domba local kurang produktif dibandingkan kambing dan domaba Australia (misalnya). Atas dasar ini, peluang pemecahan masalah pengembangan agribisnis kambing dan domba  adalah melalui pengembangan usaha rakyat itu sendiri melalui strategi dan progam-progam efektif.

Selama ini progam pembangunan peternakan tidak jelas membuat perbedaan antara ternak sumberdaya, ternak komoditas dan ternak produk. Indonesia telah menghasilkan ribuan ton daging yang hamper seluruhnya berasal dari pemotongan ternak sumberdaya. Artinya kita mengkonsumsi plasma nutfah yang seharusnya dirawat. Sementara ternak yang diimpor adalah ternak komoditas dan ternak produk, sehingga Indonesia tidak memperoleh manfaat lebih dari impor ternak produk tersebut. Pada sisi lain Indonesia mengekspor ternak hidup dari kelompok ternak sumberdaya, sehingga suatu hari nanti, ternak sumberdaya Indonesia telah pindah ke negara lain.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 48 Tahun 2011 tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak telah berlaku sejak tanggal 2 Desember 2011. Dengan peraturan ini –yang merupakan salah satu pelaksanaan amanah Undang Undang No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, pemerintah telah berkomitmen membangun perbibitan ternak secara nasional dengan arah yang sudah disepakati sebagaimana diatur dalam PP tersebut. Membangun perbibitan ternak harus dimulai dengan menyusun kebijakan pemerintah tentang perbibitan ternak. Dengan lahirnya PP No. 48 tahun 2011 tersebut, berarti kebijakan perbibitan ternak secara nasional (national animal breeding policy) belum dimiliki. 

Kebijakan dalam pembibitan  ternak dituangkan dalam visi dan misi pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia. Visi pembibitan peternakan adalah tersedianya berbagai jenis ternak dalam jumlah dan mutu yang memadai serta mudah diperoleh, adapun misinya adalah
1)   Menyediakan bibit yang berkualitas dalam jumlah cukup,
2)   Mengurangi ketergantungan impor bibit ternak,
3)   Melestarikan dan memanfaatkan bangsa ternak lokal,
4)   Mendorong pembibitan-pembibitan pemerintah, swasta dan masyarakat.  Selanjutnya untuk mencapai misi di atas dilakukan melalui strategi pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia yaitu :
a.   Strategi pengembangan pengusahaan benih/bibit dan SDM,
b.   Strategi pengembangan teknologi benih/bibit unggul,
c.   Strategi pengembangan kelembagaan pembibitan
(Dirjen Produksi Peternakan 2003).

Investasi penyediaan bibit unggul, untuk calon induk maupun pejantan adalah sangat strategis, karena saat ini praktis belum ada pihak yang tertarik. Pusat pembibitan ternak milik pemerintah yang sudah ada belum mampu untuk merespon perkembangan yang terjadi di masyarakat. Namun ke depan kegiatan ini justru harus dilakukan oleh swasta atau peternak kecil yang maju. Untuk itu diperlukan dukungan investasi dalam pengembangan agribisnis kado baik dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut meliputi aspek:
1)   pelayanan kesehatan hewan,
2)   dukungan penyediaan bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas,
3)   kegiatan penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan manajemen pemeliharaan,
4)   pengembangan kelembagaan untuk mempercepat arus informasi, pemasaran, promosi, permodalan,
5)   penyediaan infrastruktur untuk memudahkan arus barang input-output serta pemasaran produk,
6)   ketersediaan laboratorium keswan, pakan dan reproduksi,
7)   penyiapan lahan usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar pengembangan ternak tidak terganggu oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan.

Inovasi pengembangan ternak kado melalui system integrasi juga terbukti mampu meningkatkan efisiensi usaha pertanian, perkebunan dan peternakan, serta sekaligus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak/petani. Guna mewujudkan peluang usaha peternakan kado mulai dari hulu sampai ke hilir diperlukan suatu informasi yang terkait dengan prospek dan arah pengembangan agribisnis komoditas ternak kado sebagai acuan bagi para pelaku di lapang baik swasta maupun pemerintah.

Agribisnis komoditas ternak kambing dan domba (kado) di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, mengingat dalam 10 tahun mendatang akan ada 5 juta kepala keluarga muslim yang masing-masing kepala keluarga akan menyembelih satu ekor ternak kambing ataupun domba untuk kurban, satu ekor untuk setiap anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki untuk akikah. Disamping itu untuk keperluan ibadah haji di tanah suci akan dibutuhkan 2,5 juta ekor kado untuk keperluan membayar dam ataupun untuk qurban para jemaah haji. Profil usaha-ternak kado di sektor usaha primer menunjukkan bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik, masing-masing dengan nilai B/C sebesar 1,17 dan 1,39 untuk usaha pembesaran dan penggemukan.

Domba Priangan sebagai aset plasma nutfah Jawa Barat, memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan cukup tanggap terhadap manajemen pemeliharaan dibandingkan domba lokal dan bangsa domba lain yang  ada di Indonesia disamping itu memiliki keunggulan unik yang dapat dijadikan daya tarik parawisata daerah (Heriyadi et al. 2002).

Domba sebagian besar dibudidayakan oleh petani di pedesaan dengan skala usaha yang relatif kecil (4 sampai 5 ekor), sistem pengelolaannya bersifat semi intensif dan merupakan usaha komplementer dari usaha pokok pertanian. Tujuan pemeliharaan domba di Indonesia umumnya adalah sebagai penghasil daging kecuali di Jawa Barat khususnya di Priangan selain penghasil daging juga untuk tujuan domba tangkas/domba adu.  Pola usaha ternak yang dilaksanakan peternak pada umumnya dapat digolongkan dalam pola pembesaran atau pembibitan, hasil usaha yang diharapkan adalah produksi anak untuk kemudian dibesarkan sampai umur jual.

Pada usaha ternak domba, bibit berpengaruh langsung terhadap keuntungan yang diperoleh. Pengeluaran utama dari usaha peternakan sangat tergantung dari tiga parameter biologis yaitu produksi induk, reproduksi dan pertumbuhan anak. Penerimaan dari produksi induk pertahun  salah satunya dapat ditingkatkan melalui pemilihan bibit ternak yang tepat sesuai dengan lokasi usaha atau dengan perbaikan mutu genetik ternak (Inounu dan Soedjana 1998). 

Bibit merupakan modal awal dari proses budidaya, oleh karena itu diperlukan bibit berkualitas dalam jumlah yang cukup memadai, mudah diperoleh dan terjamin kontinuitasnya. Pengadaan bibit umumnya masih merupakan hasil swadaya peternaknya sendiri. Usaha pemerintah dalam penyediaan bibit berkualitas melalui perbaikan mutu genetik domba Priangan telah banyak dilakukan baik melalui persilangan dengan domba impor maupun seleksi yang dilakukan di balai pembibitan, namun hasilnya belum memuaskan. Pola pemuliaan yang tepat dan berkelanjutan belum ada, kebijakan yang dilakukan umumnya bersifat  top down, hampir tidak pernah memperhatikan aspirasi dan kemampuan peternak.

Usaha-ternak kado akan mampu menciptakan lapangan kerja baru, baik peluang untuk menjadi peternak mandiri maupun lowongan pekerjaan yang terlibat pada sektor hulu dan hilir . Bila ada penambahan populasi sekitar 12 juta ekor , sedikitnya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru untuk satu juta orang di perdesaan maupun di kawasan industri pendukung.















BAB III
PENUTUP

Kebijakan Pembangunan Peternakan Tahun 2000-2005, kebijakan operasional produksi dan faktor produksi peternakan diantaranya mencakup sumberdaya ternak. Kebijakan peningkatan populasi ternak dilakukan dengan peningkatan kelahiran, peningkatan produksi dan produktivitas, pengendalian pemotongan ternak betina produktif, pengendalian reproduksi dan penyediaan bibit ternak bermutu (Dirjen Peternakan 2000). Tiang utama dalam pembangunan peternakan adalah pembangunan ternak yang berbasis sumber daya alam lokal. Komoditi ternak utama adalah sapi potong, kambing, domba, ayam buras dan itik. Jenis ternak ini merupakan komoditi ternak asli Indonesia (ternak lokal) yang sangat potensial sebagai sumber tumpuan kehidupan masyarakat pedesaan dan dianggap sebagai komoditi utama dalam memberdayakan peternak di pedesaan untuk mensejahterakan dirinya yang pada gilirannya akan mensejahterakan seluruh masyarakat dengan produk ternaknya.

Kebijakan dalam pembibitan ternak dituangkan dalam visi dan misi pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia. Indonesia sebagai negara terpadat keempat di dunia membutuhkan pangan dan produk peternakan dalam jumlah yang sangat besar. Pangan asal ternak sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan anak usia dini sampai remaja. Produk kambing dan domba (kado) menjadi salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat diandalkan mengingat usaha ternak kado sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan usahatani di Indonesia. Selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri, usaha ternak kado memiliki peluang ekspor yang sangat besar antara lain ke Malaysia, Brunei Darussalam dan negara-negara Timur Tengah.

Kondisi dan tantangan tersebut di atas merupakan peluang yang sangat baik untuk mendorong perkembangan agribisnis komoditas ternak kado. Hal ini dapat diwujudkan melalui berbagai upaya, antara lain dengan memanfaatkan sumberdaya peternakan kado secara lebih optimal. Peternakan kambing dan domba dapat bertahan sebagai komoditas strategis, baik secara tradisional maupun komersial dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketahanan pangan. Hal tersebut terlihat dari populasi kambing dan domba yang terus meningkat setiap tahun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar