Kebijakan Pembangunan Peternakan
Kambing dan Domba di Indonesia
Ropi Candra
13.1000.5311014
PRODI PETERNAKAN
UNIVERSITAS TAMANSIWA PADANG
BAB I
PENDAHULUAN
Pada dasarnya domba dan
kambing merupakan jenis hewan ternak pemakan rumput yang tergolong ruminansia
kecil, keduanya pun populasinya hampir tersebar merata dan ada di seluruh
dunia. Namun bila kita melihat visual fisiknya dengan cermat maka domba berbeda
dengan kambing. Postur tubuh domba cenderung lebih bulat dibandingkan dengan
kambing yang ramping. Daun telinga kambing panjang dan terkulai. Bentuk bulu
domba pun lebih ikal dan keriting sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bulu wool
sedangkan lain halnya dengan kambing yang cenderung lurus. Hewan ternak domba
yang ada sekarang diduga merupakan hasil dometikasi manusia dari 3 jenis domba
liar: Domba Mouflon dari Eropa Selatan dan Asia Kecil, Domba Argali dari Asia
Tenggara serta Urial dari Asia. Domba-domba ini awalnya diburu secara liar
sampai akhirnya diternakkan oleh manusia.
Pembangunan peternakan merupakan tanggung jawab bersama
antara pemerintah, masyarakat dan swasta. Pemerintah menyelenggarakan
pengaturan,pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan produk
peternakan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragamdan
merata. Sedang swasta dan masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan
seluas-luasnya dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan, dapat berupa
melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk ternak.
Pembangunan peternakan bertujuan
untuk meningkatkan kualitas kebijakan dan program yang mengarah pada
pemanfaatan sumber daya lokal untuk membangun peternakan yang berdaya saing dan
berkelanjutanserta membangun sistem peternakan nasional yang mampu memenuhi
kebutuhan terhadap produk peternakan dan mensejahterakan peternak. Oleh karena
itu program pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas bibit ternak, mengembangkan usaha budidaya dalam rangka meningkatkan
populasi, produktivitas dan produksi ternak, meningkatkan dan mempertahankan
status kesehatan hewan, meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH
(aman, sehat, utuh dan halal) dan meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat
peternakan.
BAB II
ISI
A. KEBUTUHAN DOMBA DAN KAMBING DI INDONESIA
Sebagai
bagian dari sektor usaha peternakan nasional, prosentase kebutuhan daging domba
dan kambing masyarakat Indonesia adalah masih jauh di bawah sub sektor usaha
peternakan lainnya seperti ayam/ unggas (56%), sapi (23%) serta babi (13%).
Menurut data Ditjen. Peternakan – Deptan RI tahun 2005, konsumsi daging domba
dan kambing di masyarakat memang masih sangat rendah yaitu hanya sekitar 5%.
Namun bila melihat potensi kebutuhan daging hewan ternak ini yang pada tiap
tahunnya kurang lebih sekitar 5,6 juta ekor untuk kebutuhan ibadah kurban saja,
dan belum termasuk kebutuhan pasokan untuk aqiqah, industri restoran sampai
dengan warung sate kaki lima yang membutuhkan 2 – 3 ekor tiap harinya,
pertumbuhan populasi domba dan kambing adalah belum sebanding dengan angka permintaan
yang terus meningkat. Potensi ini belum dihitung kebutuhan pasar di kawasan
Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singapura, serta kawasan Timur Tengah yang
tiap tahunnya membutuhkan kurang lebih 9,3 juta ekor domba. Di mana kebutuhan
pasokan daging domba untuk kawasan Timur Tengah sampai saat ini masih dipenuhi
oleh Australia dan Selandia Baru.
Miris
memang, di mana Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi masyarakat
muslim terbesar di dunia sebenarnya lebih memiliki peluang untuk itu. Pertumbuhan
populasi domba dan kambing di Indonesia adalah relatif kecil sedangkan
permintaan terus meningkat seiring jumlah penduduk dan perbaikan pendapatan
kesejahteraan masyarakat. Bukan mustahil suatu saat akan terjadi kelangkaan
produksi daging domba dan kambing sehingga pelaksanaan ibadah kurban akan
mengimpor dari Australia ataupun Selandia Baru. Di Indonesia, keberadaan
populasi domba dan kambing hampir tersebar dengan merata di seluruh wilayah.
Namun sayangnya pemeliharaan ternak domba dan kambing di negeri ini sebagian
besar masih dalam skala kecil dan tradisional. Berbeda dengan Australia, pola
peternakan intensif dengan dukungan teknologi telah menjadikan negara tersebut
dapat menghasilkan produksi domba skala besar dan berkualitas. Bayangkan saja,
total ekspor daging domba Australia ke negara Saudi Arabia pada tahun 2006
adalah setara dengan 3,6 juta ekor. Populasi hewan ternak domba dan kambing
terbesar pada akhir tahun 2006 ada di wilayah provinsi Jawa Barat yaitu kurang
lebih 3,5 juta ekor atau sekitar 49% dari jumlah populasi nasional. Di provinsi
ini bahkan terdapat jenis hewan ternak ruminansia kecil yang merupakan kekayaan
plasma nutfah Indonesia serta menjadi ciri khas provinsi yang dikenal dengan
julukan bumi parahyangan tersebut
B. JENIS DOMBA DAN KAMBING DI INDONESIA
Jenis-jenis Kambing yang di ternakkan di Indonesia
1. Kambing kacang
Kambing
kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali dikembangkan di Indonesia.
Badannya kecil. Tinggi gumba pada yang jantan 60 sentimeter
hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56 sentimeter. Bobot pada yang jantan bisa mencapai
25 kilogram, sedang yang betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu
lurus dan pendek. Baik betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek. Kambing kacang
merupakan kambing lokal Indonesia, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi alam setempat serta memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi.
Kambing kacang jantan dan betina keduanya merupakan tipe kambing pedaging.
2. Kambing Etawa
Kambing
Etawa didatangkan dari India yang
disebut kambing Jamnapari. Badannya besar, tinggi gumba yang jantan 90
sentimeter hingga 127 sentimeter dan yang betina hanya mencapai 92 sentimeter.
Bobot yang jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63
kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung.
Baik jantan maupun betina bertanduk pendek. Kambing jenis ini mampu
menghasilkan susu hingga
tiga liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing Etawa dengan kambing
lokal dikenal sebagai sebagai kambing “Peranakan Etawa” atau “PE”. Kambing PE
berukuran hampir sama dengan Etawa namun lebih adaptif terhadap
lingkungan lokal Indonesia.
3. Kambing Jawarandu
Kambing
Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Etawa dengan
kambing Kacang. Kambing ini memliki ciri separuh mirip kambing Etawa dan
separuh lagi mirip kambing Kacang. Kambing ini dapat menghasilkan susu sebanyak
1,5 liter per hari. Kambing Jawa Randu memiliki nama lain Bligon, Gumbolo,
Koplo dan Kacukan. Merupakan hasil silangan dari kambing peranakan ettawa
dengan kambing kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik jantan atupun betina
merupakan tipe pedaging.
4. Kambing Marica
Kambing
Marica adalah suatu variasi lokal dari Kambing Kacang
Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan
Kambing Marica yang terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu genotipe kambing asli Indonesia yang menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka dan
5. Kambing Samosir
Berdasarkan
sejarahnya kambing ini dipelihara penduduk setempat secara turun temurun di
Pulau Samosir, di tengah Danau Toba, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera
Utara. Kambing Samosir pada mulanya digunakan untuk bahan upacara persembahan
pada acara keagamaan salah satu aliran kepercayaan aninisme (Parmalim) oleh
penduduk setempat. Kambing yang dipersembahkan harus yang berwama putih, maka
secara alami penduduk setempat sudah selektif untuk memelihara kambing mereka
mengutamakan yang berwarna putih. Kambing Samosir ini bisa menyesuaikan diri
dengan kondisi ekosistem lahan kering dan berbatu-batu, walaupun pada musim
kemarau biasanya rumput sangat sulit dan kering. Kondisi pulau Samosir yang
topografinya berbukit, ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan berkembang
biak dengan baik.
6. Kambing Muara
Kambing
Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara di Propinsi
Sumatera Utara. Dari segi penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuhnya
kompak dan sebaran warna bulu bervariasi antara warna bulu coklat kemerahan,
putih dan ada juga berwarna bulu hitam. Bobot kambing Muara ini lebih besar
dari pada kambing Kacang dan kelihatan prolifik. Kambing Muara ini sering juga
beranak dua sampai empat sekelahiran (prolifik). Walaupun anaknya empat
ternyata dapat hidup sampai besar walaupun tanpa pakai susu tambahan dan pakan
tambahan tetapi penampilan anak cukup sehat, tidak terlalu jauh berbeda dengan
penampilan anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga disebabkan oleh
produksi susu kambing relatif baik untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor.
7. Kambing Kosta
Lokasi penyebaran
kambing Kosta ada di sekitar Jakarta dan Propinsi Banten. Kambing ini
dilaporkan mempunyai bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadang-kadang ada
yang melengkung, tanduk pendek, bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk
berasal dari persilangan kambing Kacang dan kambing Khasmir (kambing impor).
Pola warna tubuh umumnya terdiri dari 2 warna, dan bagian yang belang
didominasi oleh warna putih. Salah satu ciri khas Kambing Kosta adalah
terdapatnya motif garis yang sejajar pada bagian kiri dan kanan muka, selain
itu terdapat pula ciri khas yang dimiliki oleh Kambing Kosta yaitu bulu rewos
di bagian kaki belakang mirip bulu rewos pada Kambing Peranakan Ettawa (PE),
namun tidak sepanjang bulu rewos pada Kambing PE dengan tekstur bulu yang agak
tebal dan halus. Tubuh Kambing Kosta berbentuk besar ke bagian belakang
sehingga cocok dan potensial untuk dijadikan tipe pedaging.
9. Kambing
Gembrong
Asal kambing Gembrong terdapat di daerah kawasan Timur Pulau
Bali terutama di Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari kambing ini adalah
berbulu panjang. Panjang bulu sekitar berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada
bagian kepala sampai menutupi muka dan telinga. Rambut panjang terdapat pada
kambing jantan, sedangkan kambing Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3
cm. Warna tubuh dominan kambing Gembrong pada umumnya putih (61,5%) sebahagian
berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat (15,38%). Pola warna tubuh umumnya
adalah satu warna sekitar 69,23% dan sisanya terdiri dari dua warna 15,38% dan
tiga warna 15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong adalah 1,25. Rataan
bobot lahir tunggal 2 kg dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian prasapih 20%.
10. Kambing
Boer
Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi
ternak yang ter-registrasi selama lebih dari 65 tahun. Kambing Boer dapat
dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih,
berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala
warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing
Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya. Kulitnya berwarna coklat yang melindungi
dirinya dari kanker kulit akibat sengatan sinar matahari langsung. Kambing ini
sangat suka berjemur di siang hari.
Jenis-jenis domba yang di ternakkan di Indonesia
1. Domba Garut (Domba Priangan)
Domba Garut merupakan hasil persilangan segitiga antara domba
lokal (asli Indonesia), Domba Cape/Capstaad (Domba Ekor Gemuk atau Kibas) dari
Afrika Selatan dan Domba Merino dari Asia Kecil. Ciri-ciri domba
garut yaitu Bertubuh besar dan lebar, lehernya kuat, dahi konveks. Domba
priangan jantan memiliki tanduk besar dan kuat, melengkung ke belakang
berbentuk spiral, dan pangkal tanduk kanan dan kiri hampir menyatu. Sedangkan
domba betina tidak memiliki tanduk, panjang telinga sedang, dan terletak di
belakang tanduk. Domba jantan mempunyai berat 40-80 kg, sedangkan betina 30-40
kg.Kadang-kadang dijumpai adanya domba tanpa daun telinga. Keunggulan domba
priangan ini adalah kulitnya merupakan salah satu kulit dengan kualitas
terbaik di dunia, selain itu dengan leher yang kokoh dan tubuh yang besar, kuat,
domba ini sesuai untuk domba aduan. Keunggulan lainnya adalah penghasil daging
yang sangat baik dan mudah dipelihara.
2. Domba
Texel Wonosobo (Dombos)
Domba Texel atau juga dikenal dengan nama Dombos yang artinya
Domba Texel Wonosobo. Domba Texel mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dari
domba jenis lain yaitu mempunyai bulu wol yang keriting halus berbentuk spiral
berwarna putih yang menyelimuti bagian tubuhnya kecuali perut bagian bawah,
keempat kaki dan kepala. Postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher
panjang dan ekor kecil. Domba Texel tergolong ternak unggulan yang
berpotensi sebagai penghasil daging. Bobot badan dewasa jantan dapat
mencapai 100 kg dan yang betina 80 kg dengan karkas sekitar 55 %.
3. Domba Batur
Banjarnegara (Domas)
Domba Batur (atau Domas) sebenarnya merupakan domba hasil
persilangan dari domba lokal yaitu domba Ekor Tipis (Gembel). Persilangan
domba asal Tapos dan domba lokal menghasilkan keturunan yang oleh warga dinamai
domba Batur atau Domas. Ciri-ciri Domba Batur yaitu tubuhnya besar
dan panjang, kaki cenderung pendek dan kuat, domba jantan maupun betinanya
tidak memiliki tanduk, kulitnya relatif lebih tipis dibandingkan domba garut,
kibas, atau gembel, namun bulunya tebal dan warna bulu dominan putih dan
menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian muka domba.
4.
Domba Ekor Tipis (Domba Gembel)
Ciri-ciri domba ekor tipis yaitu termasuk golongan
domba berperawakan kecil, dengan berat badan domba jantan 30-40 kg dan domba
betina 15-20 kg, bulu wolnya gembel berwarna putih dominan dengan warna hitam
di sekeliling mata, hidung, dan beberapa bagian tubuh lain, ekornya tidak
menunjukkan adanya desposisi lemak, telinga umumnya medium sampai kecil dan
sebagian berposisi menggantung, domba jantan memiliki tanduk melingkar, sedangkan
yang betina umumnya tidak bertanduk. Keunggulan domba ekor tipis ini
adalah bersifat prolific (dapat melahirkan anak kembar 2-5 ekor setiap
kelahiran), mudah berkembang biak dan tidak dipengaruhi musim kawin, serta
mampu beradaptasi pada daerah tropis dan makanan yang buruk.
5.
Domba Ekor Gemuk (Domba Kibas)
Domba Ekor Gemuk dikenal juga dengan nama Domba Kibas (di
Jawa), juga dikenal sebagai domba Donggala (di Sulawesi Selatan).
Ciri-ciri domba ekor gemuk yaitu bentuk badannya sedikit lebih besar daripada
domba lokal lainnya, berat domba jantan mencapai 40-60 kg, sedangkan domba
betina 25-50 kg, warna bulu wolnya putih dan kasar. Domba ini memiliki ekor
yang besar, lebar dan panjang. Bagian pangkal ekor membesar merupakan timbunan
lemak, sedangkan bagian ujung ekor kecil karena tidak terjadi penimbunan lemak.
Cadangan lemak di bagian ekor berfungsi sebagai sumber energi pada musim
paceklik.
6.
Domba Hampshire
Domba Hampshire dikembangkan di daerah Hampshire, Inggris,
pada abad ke-19 melalui persilangan antara domba Southdown jantan dengan domba
betina keturunan Wiltshire Horn dan Berkshire Knot. Ciri-ciri Domba
Hampshire yaitu wajah berwarna gelap, Bulu panjang dan tebal berwarna
coklat, Telinga agak melengkung, Kaki berwarna hitam dan tidak ditutupi wol.
C. KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Sebagian
besar ternak kambing dan domba diusahakan sebagai usaha rakyat. Secara umum,
Indonesia sampai saat ini dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan
hingga kini belum ada investor berminat mengimpor kambing dan domba.
Sebagaimana diketahui, Australia merupakan negara terbesar dalam mengekspor
kambing dan domba ke berbagai Negara Arab dan Asia, rata-rata 5 juta ekor per
tahun sama besar dengan populasi domba d Indonesia. Sekalipun tidak mengimpor
kambing dan domba, namun terdapat gejala pengurasan populasi kambing dan domba
di Indonesia. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa provinsi seperti Jatim
dan Jabar mengalami pengurasan ternak kambing dan domba dalam 10 tahun terakhir.
Indikator lain dapat dilihat dari perkembangan harga kambing dan domba yang
terus meningkat dengan tingkat relatif tinggi yaitu 40 persen dari tahun ke
tahun, merupakan indikasi ada kelangkaan ternnak kambing dan domba.
Perusahaan
swasta usaha ternak kambing dan domba sulit berkembang, karena penyebaran dan
penetrasi usaha rakyat sedimikian rupa sehingga mempersempit pasar bagi usaha
swasta. Kebijakan pengembangan swasta hanya mungkin jika pasar ekspor dibuka.
Namun demikian, membuka pasar ekspor berarti membutuhkan ukuran usaha dalam
skala besar, membutuhkan padang penggembalaan luas. Selama ini, para investor
kurang berminat mengusahakan ternak akmabing dan domba karena tidak memahami
bisnis ini, resiko relative tinggi, ternak kambing dan domba local kurang
produktif dibandingkan kambing dan domaba Australia (misalnya). Atas dasar ini,
peluang pemecahan masalah pengembangan agribisnis kambing dan domba adalah melalui pengembangan usaha rakyat itu
sendiri melalui strategi dan progam-progam efektif.
Selama ini progam pembangunan peternakan tidak jelas membuat
perbedaan antara ternak sumberdaya, ternak komoditas dan ternak produk.
Indonesia telah menghasilkan ribuan ton daging yang hamper seluruhnya berasal
dari pemotongan ternak sumberdaya. Artinya kita mengkonsumsi plasma nutfah yang
seharusnya dirawat. Sementara ternak yang diimpor adalah ternak komoditas dan
ternak produk, sehingga Indonesia tidak memperoleh manfaat lebih dari impor
ternak produk tersebut. Pada sisi lain Indonesia mengekspor ternak hidup dari
kelompok ternak sumberdaya, sehingga suatu hari nanti, ternak sumberdaya
Indonesia telah pindah ke negara lain.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 48 Tahun 2011
tentang Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak telah berlaku sejak
tanggal 2 Desember 2011. Dengan peraturan ini –yang merupakan salah satu
pelaksanaan amanah Undang Undang No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, pemerintah telah berkomitmen membangun perbibitan ternak
secara nasional dengan arah yang sudah disepakati sebagaimana diatur dalam PP
tersebut. Membangun perbibitan ternak harus dimulai dengan menyusun kebijakan
pemerintah tentang perbibitan ternak. Dengan
lahirnya PP No. 48 tahun 2011 tersebut, berarti kebijakan perbibitan ternak
secara nasional (national animal breeding policy) belum dimiliki.
Kebijakan dalam pembibitan
ternak dituangkan dalam visi dan misi pengembangan industri benih dan
bibit di Indonesia. Visi pembibitan peternakan adalah tersedianya berbagai
jenis ternak dalam jumlah dan mutu yang memadai serta mudah diperoleh, adapun
misinya adalah
1) Menyediakan bibit
yang berkualitas dalam jumlah cukup,
2) Mengurangi
ketergantungan impor bibit ternak,
3) Melestarikan dan
memanfaatkan bangsa ternak lokal,
4) Mendorong
pembibitan-pembibitan pemerintah, swasta dan masyarakat. Selanjutnya untuk mencapai misi di atas
dilakukan melalui strategi pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia
yaitu :
a. Strategi
pengembangan pengusahaan benih/bibit dan SDM,
b. Strategi
pengembangan teknologi benih/bibit unggul,
c. Strategi
pengembangan kelembagaan pembibitan
(Dirjen Produksi Peternakan 2003).
Investasi penyediaan bibit unggul, untuk calon induk maupun
pejantan adalah sangat strategis, karena saat ini praktis belum ada pihak yang
tertarik. Pusat pembibitan ternak milik pemerintah yang sudah ada belum mampu
untuk merespon perkembangan yang terjadi di masyarakat. Namun ke depan kegiatan
ini justru harus dilakukan oleh swasta atau peternak kecil yang maju. Untuk itu
diperlukan dukungan investasi dalam pengembangan agribisnis kado baik dari
pemerintah, swasta, maupun masyarakat/komunitas peternak. Investasi tersebut
meliputi aspek:
1) pelayanan kesehatan
hewan,
2) dukungan penyediaan
bibit (pejantan) unggul dan induk berkualitas,
3) kegiatan
penelitian, pengkajian dan pengembangan yang terkait dengan aspek pakan dan
manajemen pemeliharaan,
4) pengembangan
kelembagaan untuk mempercepat arus informasi, pemasaran, promosi, permodalan,
5) penyediaan
infrastruktur untuk memudahkan arus barang input-output serta pemasaran produk,
6) ketersediaan
laboratorium keswan, pakan dan reproduksi,
7) penyiapan lahan
usaha peternakan dan penetapan tata ruang agar pengembangan ternak tidak terganggu
oleh masalah keswan, sosial, hukum dan lingkungan.
Inovasi pengembangan ternak kado melalui system integrasi
juga terbukti mampu meningkatkan efisiensi usaha pertanian, perkebunan dan
peternakan, serta sekaligus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
peternak/petani. Guna mewujudkan peluang usaha peternakan kado mulai dari hulu
sampai ke hilir diperlukan suatu informasi yang terkait dengan prospek dan arah
pengembangan agribisnis komoditas ternak kado sebagai acuan bagi para pelaku di
lapang baik swasta maupun pemerintah.
Agribisnis komoditas ternak kambing dan domba (kado) di
Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, mengingat dalam 10 tahun
mendatang akan ada 5 juta kepala keluarga muslim yang masing-masing kepala
keluarga akan menyembelih satu ekor ternak kambing ataupun domba untuk kurban,
satu ekor untuk setiap anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki untuk
akikah. Disamping itu untuk keperluan ibadah haji di tanah suci akan dibutuhkan
2,5 juta ekor kado untuk keperluan membayar dam ataupun untuk qurban para
jemaah haji. Profil usaha-ternak kado di sektor usaha primer menunjukkan bahwa
usaha tersebut memberikan keuntungan yang relatif baik, masing-masing dengan
nilai B/C sebesar 1,17 dan 1,39 untuk usaha pembesaran dan penggemukan.
Domba Priangan sebagai aset plasma nutfah Jawa Barat,
memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan cukup
tanggap terhadap manajemen pemeliharaan dibandingkan domba lokal dan bangsa
domba lain yang ada di Indonesia disamping
itu memiliki keunggulan unik yang dapat dijadikan daya tarik parawisata daerah
(Heriyadi et al. 2002).
Domba sebagian besar dibudidayakan oleh petani di pedesaan
dengan skala usaha yang relatif kecil (4 sampai 5 ekor), sistem pengelolaannya
bersifat semi intensif dan merupakan usaha komplementer dari usaha pokok
pertanian. Tujuan pemeliharaan domba di Indonesia umumnya adalah sebagai
penghasil daging kecuali di Jawa Barat khususnya di Priangan selain penghasil
daging juga untuk tujuan domba tangkas/domba adu. Pola usaha ternak yang dilaksanakan peternak
pada umumnya dapat digolongkan dalam pola pembesaran atau pembibitan, hasil
usaha yang diharapkan adalah produksi anak untuk kemudian dibesarkan sampai
umur jual.
Pada usaha ternak domba, bibit berpengaruh langsung terhadap
keuntungan yang diperoleh. Pengeluaran utama dari usaha peternakan sangat
tergantung dari tiga parameter biologis yaitu produksi induk, reproduksi dan
pertumbuhan anak. Penerimaan dari produksi induk pertahun salah satunya dapat ditingkatkan melalui
pemilihan bibit ternak yang tepat sesuai dengan lokasi usaha atau dengan
perbaikan mutu genetik ternak (Inounu dan Soedjana 1998).
Bibit merupakan modal awal dari proses budidaya, oleh karena
itu diperlukan bibit berkualitas dalam jumlah yang cukup memadai, mudah
diperoleh dan terjamin kontinuitasnya. Pengadaan bibit umumnya masih merupakan
hasil swadaya peternaknya sendiri. Usaha pemerintah dalam penyediaan bibit
berkualitas melalui perbaikan mutu genetik domba Priangan telah banyak
dilakukan baik melalui persilangan dengan domba impor maupun seleksi yang
dilakukan di balai pembibitan, namun hasilnya belum memuaskan. Pola pemuliaan
yang tepat dan berkelanjutan belum ada, kebijakan yang dilakukan umumnya
bersifat top down, hampir tidak pernah
memperhatikan aspirasi dan kemampuan peternak.
Usaha-ternak kado akan mampu menciptakan lapangan kerja baru,
baik peluang untuk menjadi peternak mandiri maupun lowongan pekerjaan yang
terlibat pada sektor hulu dan hilir . Bila ada penambahan populasi sekitar 12
juta ekor , sedikitnya akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru untuk satu
juta orang di perdesaan maupun di kawasan industri pendukung.
BAB III
PENUTUP
Kebijakan Pembangunan Peternakan Tahun 2000-2005, kebijakan
operasional produksi dan faktor produksi peternakan diantaranya mencakup
sumberdaya ternak. Kebijakan peningkatan populasi ternak dilakukan dengan
peningkatan kelahiran, peningkatan produksi dan produktivitas, pengendalian
pemotongan ternak betina produktif, pengendalian reproduksi dan penyediaan
bibit ternak bermutu (Dirjen Peternakan 2000). Tiang utama dalam pembangunan
peternakan adalah pembangunan ternak yang berbasis sumber daya alam lokal.
Komoditi ternak utama adalah sapi potong, kambing, domba, ayam buras dan itik.
Jenis ternak ini merupakan komoditi ternak asli Indonesia (ternak lokal) yang
sangat potensial sebagai sumber tumpuan kehidupan masyarakat pedesaan dan
dianggap sebagai komoditi utama dalam memberdayakan peternak di pedesaan untuk
mensejahterakan dirinya yang pada gilirannya akan mensejahterakan seluruh
masyarakat dengan produk ternaknya.
Kebijakan dalam pembibitan ternak dituangkan dalam visi dan
misi pengembangan industri benih dan bibit di Indonesia. Indonesia sebagai negara terpadat keempat di dunia
membutuhkan pangan dan produk peternakan dalam jumlah yang sangat besar. Pangan
asal ternak sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan anak
usia dini sampai remaja. Produk kambing dan domba (kado) menjadi salah satu bahan
pangan asal ternak yang dapat diandalkan mengingat usaha ternak kado sudah
menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan usahatani di
Indonesia. Selain untuk memenuhi permintaan dalam negeri, usaha ternak kado
memiliki peluang ekspor yang sangat besar antara lain ke Malaysia, Brunei
Darussalam dan negara-negara Timur Tengah.
Kondisi dan tantangan tersebut di atas merupakan peluang yang
sangat baik untuk mendorong perkembangan agribisnis komoditas ternak kado. Hal
ini dapat diwujudkan melalui berbagai upaya, antara lain dengan memanfaatkan
sumberdaya peternakan kado secara lebih optimal. Peternakan kambing dan domba
dapat bertahan sebagai komoditas strategis, baik secara tradisional maupun
komersial dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap ketahanan pangan. Hal
tersebut terlihat dari populasi kambing dan domba yang terus meningkat setiap
tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar