Rabu, 23 November 2016

PRODI PETERNAKAN UNIVERSITAS TAMANSISWA

TUGAS MAKALAH TEKNOLOGI IKUTAN HASIL TERNAK
(PENGOMPOSAN)




DISUSUN
 OLEH KELOMPOK III :

ROPI CANDRA

OGI DION PUTRA

























PRODI PETERNAKAN
UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG



BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
Limbah atau sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat. Sumber sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah: dari rumah tangga, pasar, warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
Dekomposisi sampah dengan bantuan bakteri, diperoleh kompos atau humus. Dekomposisianaerobic berjalan sangat lambat dan menimbulkan bau, tetapi dekomposisi aerobic berjalan relatif cepat dari dekomposisi anaerobic dan kurang menimbulkan bau.

1.     Rumusan Masalah
2.     Bagaimana langkah-langkah pengomposan menggunakan limbah organik ?
3.     Apa manfaat dan kegunaan serta nilai ekonomis kompos bagi lingkungan ?

1.     Tujuan
2.     Untuk mengetahui langkah-langkah pengomposan menggunakan limbah organik.
3.     Untuk mengetahui manfaat dan kegunaan serta nilai ekonomis kompos bagi lingkungan.








BAB II
PEMBAHASAN

1.     Pengertian Kompos
Kompos merupakan hasil perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung. Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam-macam tergantung: keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera si pembuat. Perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
1.     Kandungan Hara
Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Nitrogen > 1,5 % , P2O5 (Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro lainnya. C/N ratio antara 15-20, diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk kepentingan bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang ajek dan supply yang berkesinambungan.
2.     Jenis Kompos
3.     Kompos Murni. Pupuk ini ditujukan untuk lahan tanaman organik, namun juga dapat digunkan untuk lahan pertanian nonorganik.
4.     Kompos plus mikroba (pengikat N dan pelepas P). Pupuk yang telah diperkaya ini juga diperuntukkan untuk lahan pertanian organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian nonorganik (biasa).
5.     Kompos plus pupuk buatan. Pupuk ini hanya dapat digunakan untuk lahan pertanian non-organik.


1.     Langkah-langkah Pengomposan
Bahan baku yang digunakan sebaiknya material organik yang mempunyai perbandingan C dan N tinggi (lebih dari 30:1). Beberapa diantaranya adalah serbuk gergaji, sekam padi dan kotoran kambing. Waktu yang diperlukan untuk membuat kompos dengan metode anaerob bisa 10-80 hari, tergantung pada efektifitas dekomposer dan bahan baku yang digunakan.  Suhu optimal selama proses pengomposan berkisar 35-45oC dengan tingkat kelembaban 30-40%. Berikut tahapan cara membuat kompos dengan proses anaerob.
1.     Siapkan bahan organik yang akan dikomposkan. Sebaiknya pilih bahan yang lunak terdiri dari limbah tanaman atau hewan. Bahan yang bisa digunakan antara lain, hijauan tanaman, ampas tahu, limbah organik rumah tangga, kotoran ayam, kotoran kambing, dll. Rajang bahan tersebut hingga halus, semakin halus semakin baik.
2.     Siapkan dekomposer Efektif Mikroorganime (EM4) sebagai starter. Caranya, campurkan 1 cc EM4 dengan 1 liter air dan 1 gram gula. Kemudian diamkan selama 24 jam.
3.     Ambil terpal plastik sebagai alas, simpan bahan organik yang sudah dirajang halus di atas terpal. Campurkan serbuk gergaji pada bahan tersebut untuk menambah nilai perbandingan C dan N. Kemudian semprotkan larutan EM4 yang telah diencerkan tadi. Aduk sampai merata, jaga kelembaban pada kisaran 30-40%, apabila kurang lembab bisa disemprotkan air.
4.     Siapkan tong plastik yang kedap udara. Masukan bahan organik yang sudah dicampur tadi. Kemudian tutup rapat-rapat dan diamkan hingga 3-4 hari untuk menjalani proses fermentasi. Suhu pengomposan pada saat fermentasi akan berkisar 35-45o
5.     Setelah empat hari cek kematangan kompos. Pupuk kompos yang matang dicirikan dengan baunya yang harum seperti bau tape. 

Ciri-ciri Kompos sudah jadi dan baik :
1.     Warna kompos biasanya coklat kehitaman
2.     Kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.

Penyimpanan Kompos :
Kompos apabila sudah jadi, sebaiknya disimpan sampai 1 atau 2 bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun penyimpanan ini akan menyebabkan terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen. Tetapi secara umum kompos yang disimpan dahulu lebih baik. Penyimpanan kompos harus dilakukan dengan hati?hati, terutama yang harus dijaga adalah:
1.     Jaga kelembabannya jangan sampai < 20 persen dari bobotnya
2.     Jaga jangan sampai kena sinar matahari lansung (ditutup)
3.     Jaga jangan sampai kena air / hujan secara langsung (ditutup)
Apabila akan dikemas, pilih bahan kemasan yang kedap udara dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari lebih baik. Kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke keadaan semula (Ireversible). Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air kembali maka unsur hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi.

1.     Metode Pembuatan Kompos
2.     Sistem Wind Row
Sistem Wind Row adalah proses pembuatan kompos yang paling sederhana dan paling murah. Bahan baku kompos ditumpuk memanjang, tinggi tumpukan 0.6 sampai 1 meter, lebar 2-5 meter. Sementara itu panjangnya dapat mencapai 40-50 meter. Sistim ini memanfaatkan sirkulasi udara secara alami. Optimalisasi lebar, tinggi dan panjang nya tumpukan sangat dipengaruhi oleh keadaan bahan baku, kelem
baban, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk mencapai bagian tengah tumpukan bahan baku. Idealnya adalah pada tumpukan bahan baku ini harus dapat melepaskan panas, untuk mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Windrow sistim ini merupakan sistim proses komposting yang baik yang telah berhasil dilakukan di banyak tempat untuk memproses pupuk kandang, sampah kebun, lumpur selokan, sampah kota dll. Untuk mengatur temperatur, kelembaban dan oksigen, pada windrow sistim ini, maka dilakukan proses pembalikan secara periodik Inilah secara prinsip yang membedakannya dari sistim pembuatan kompos yang lain. Kelemahan dari sistim Windrow ini adalah memerlukan areal lahan yang cukup luas.

2.     Sistem Aerated Static Pile
Sistim pembuatan kompos lainnya yang lebih maju adalah Aerated Static Pile. Secara prinsip proses komposting ini hampir sama, dengan windrow sistim, tetapi dalam sistim ini dipasang pipa yang dilubangi untuk mengalirkan udara. Udara ditekan memakai blower. Karena ada sirkulasi udara, maka tumpukan bahan baku yang sedang diproses dapat lebih tinggi dari 1 meter. Proses itu sendiri diatur dengan pengaliran oksigen. Apabila temperatur terlalu tinggi, aliran oksigen dihentikan, sementara apabila temperatur turun aliran oksigen ditambah. Karena tidak ada proses pembalikan, maka bahan baku kompos harus dibuat sedemikian rupa homogen sejak awal. Dalam pencampuran harus terdapat rongga udara yang cukup. Bahan-bahan baku yang terlalu besar dan panjang harus dipotong-potong mencapai ukuran 4-10 cm.

3.     Sistem In Vessel
Sistem yang ketiga adalah sistim In Vessel Composting. Dalam sistim ini dapat mempergunakan kontainer berupa apa saja, dapat silo atau parit memanjang. Karena sistim ini dibatasi oleh struktur kontainer, sistim ini baik digunakan untuk mengurangi pengaruh bau yang tidak sedap seperti bau sampah kota. Sistim in vessel juga mempergunakan pengaturan udara sama seperti sistim Aerated Static Pile. Sistim ini memiliki pintu pemasukan bahan kompos dan pintu pengeluaran kompos jadi yang berbeda.

1.     Kegunaan dan Manfaat serta Nilai Ekonomis Kompos
2.     Kegunaan Kompos
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fiisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman. Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum.
Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4-6 minggu sudah jadi. Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas karena aktivitas mikroba. Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 45°C – 65°C. Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari.

2.     Manfaat Kompos
A.      Meningkatkan kesuburan tanah
B.      Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
C.      Meningkatkan kapasitas serap air tanah
D.      Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
E.       Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
F.       Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
G.      Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
H.      Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

3.     Nilai Ekonomis Kompos
A.      Pengkomposan dapat mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasinal pemusnahan sampah.
B.      Tempat pengumpulan sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama, karena sampah yang dikumpulkan berkurang. Dengan demikian akan menguragi investasi lahan TPA.
C.      Kompos dapat memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini berarti kompos memiliki nilai kompetetif dan ekonomis yang berarti kompos dapat dijual.
D.      Penggunaan pupuk anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penngunaannya.
4.     Standarisasi Pembuatan Kompos
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat dipengaruhi oleh proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku, maka untuk menentukan standarisasi kompos adalah dengan membuat standarisasi proses pembuatan kompos serta standarisasi bahan baku kompos, sehingga diperoleh kompos yang memiliki standar tertentu. Setelah standar campuran bahan baku kompos dapat dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50-60 persen dan mempunyai perbandingan C / N bahan baku 30 : 1, masih terdapat hal lain yang harus sangat diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus dilakukan pengawasan terhadaptemperature, kelembaban, odor atau aroma, dan pH.

1.     Pengamatan Temperatur
Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja, disamping itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Jika kompos naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan Carbon dan cukup mengandung air (kelembabannya cukup) untuk menunjang pertumbuhan microorganisme. Pengamatan temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji temperatur yang dapat mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos.

2.     Pengamatan Kelembapan
Pembuatan kompos akan berlangsung dengan baik pada satu keadaan campuran bahan baku kompos yang memiliki kadar uap air antara 40 – 60 persen dari beratnya. Pada keadaan level uap air yang lebih rendah, aktivitas mikroorganisme akan terhambat atau berhenti sama sekali. Pada keadaan level kelembaban yang lebih tinggi, maka prosesnya kemungkinan akan anerobik, yang akan menyebabkan timbulnya bau busuk. Ketika bahan baku kompos dipilih untuk kemudian dicampur, kadar uap air dapat diukur atau diperkirakan. Setelah proses pembuatan kompos berlangsung, pengukuran kelembaban tidak perlu diulangi, tetapi dapat langsung diamati tingkat kecukupan kandungan uap air tersebut. Apabila proses pembuatan kompos sedang berjalan, lalu kemudian muncul bau busuk, sudah dapat dipastikan kompos mengandung kadar air berlebihan. Kelebihan uap air ini telah mengisi ruang pori, sehingga menghalangi diffusi oksigen melalui bahan?bahan kompos tersebut. Inilah yang membuat keadaan menjadi anaerobik.

3.     Pengamatan Odor/Aroma
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Dengan memanfaatkan indra penciuman, dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos. Jika tercium bau amonia, patut diduga campuran bahan kompos kelebihan bahan yang mengandung unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu rendah). Jika tercium bau busuk, mungkin campuran kompos terlalu banyak mengandung air. Apabila ini terjadi, lakukanlah pembalikan (pada sistim windrow), tambahkan oksigen pada sistim Aerated Static Pile atau In Vessel.

4.     Pengamatan Ph
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 – 8. Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos, asam-asam organik akan menumpuk.

1.     Keunggulan dan Kekurangan Kompos
A.      Keunggulan
Pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik). Pupuk organik mengandung asam-asam organik, antara lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk buatan yang sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan mikroorganisme. Pupuk organik mengandung makro dan mikro-organisme tanah yang mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik tanah dan terutama sifat biologis tanah.
1.     Memperbaiki dan menjaga struktur tanah
2.     Menjadi penyangga pH tanah
3.     Menjadi penyangga unsur hara anorganik yang diberikan
4.     Membantu menjaga kelembaban tanah
5.     Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun
6.     Tidak merusak lingkungan

2.     Kekurangan
Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah?tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak se?spektakuler pemberian pupuk buatan.
BAB III
PENUTUP

1.     Simpulan
Kompos merupakan sisa-sisa makhluk hidup yang telah mengalami pelapukan, bentuknya sudah berubah seperti tanah dan tidak berbau. Kompos memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir mirip dengan tanah. Namun memiliki kandungan hara yang sangat bermanfaat bagi tanaman. Sampah organik dapat diolah dengan teknologi sederhana dan hasil olahannya dapat dimanfaatkan secara langsung  sebagai pupuk alami.Pengolahan limbah garbage (organik) secara biologis dan berlangsung dalam suasana aerobic dan anaerobic.

1.     Saran
Sebaiknya pemberian pupuk anorganik harus diselingi dengan pemberian pupuk organik (kompos). Dengan demikian diharapkan struktur tanah dapat diperbaiki dan sekaligus tidak mengurangi kesuburan tanah untuk jangka panjang. Terdapat perbedaan yang mendasar antara tanah yang diberi perlakuan dengan pupuk kompos dengan diberi perlakuan tanpa kompos (pupuk anorganik). Tanah yang diberi pupuk anorganik secara terus menerus akan mengalami penurunan mutu unsur hara dan akan meningkatkan kekerasan struktur tanah.

                                   DAFTAR PUSTAKA

Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Surabaya : Agromedia Pustaka.
Sudrajat. 2006. Seri Agriteknologi. Mengelola Sampah Kota. Surabaya : Penebar Swadaya
www.google.com//isroi.kompos_dan_proses_pengomposan diakses  oktober 2010.
Nuryani dan Rachman.2002. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan volume 3. Yogyakarta: UGM press

www.wikipedia.org/wiki/Kompos diakses oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar