TUGAS MAKALAH TEKNOLOGI IKUTAN HASIL TERNAK
(PENGOMPOSAN)
DISUSUN
OLEH KELOMPOK III :
ROPI CANDRA
|
|
OGI DION PUTRA
|
|
PRODI PETERNAKAN
UNIVERSITAS TAMANSISWA PADANG
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Limbah atau sampah (refuse) adalah sebagian dari sesuatu yang tidak
dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal
dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi
bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat. Sumber
sampah bisa bermacam-macam, diantaranya adalah: dari rumah tangga, pasar,
warung, kantor, bangunan umum, industri, dan jalan.
Dekomposisi sampah dengan bantuan bakteri,
diperoleh kompos atau humus. Dekomposisianaerobic berjalan sangat lambat dan menimbulkan bau,
tetapi dekomposisi aerobic berjalan relatif cepat dari dekomposisi anaerobic dan kurang menimbulkan bau.
1.
Rumusan Masalah
2.
Bagaimana
langkah-langkah pengomposan menggunakan limbah organik ?
3.
Apa manfaat dan
kegunaan serta nilai ekonomis kompos bagi lingkungan ?
1.
Tujuan
2.
Untuk mengetahui
langkah-langkah pengomposan menggunakan limbah organik.
3.
Untuk mengetahui
manfaat dan kegunaan serta nilai ekonomis kompos bagi lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Kompos
Kompos merupakan hasil
perombakan bahan organik oleh mikrobia dengan hasil akhir berupa kompos yang
memiliki nisbah C/N yang rendah. Bahan yang ideal untuk dikomposkan memiliki nisbah
C/N sekitar 30, sedangkan kompos yang dihasilkan memiliki nisbah C/N < 20.
Bahan organik yang memiliki nisbah C/N jauh lebih tinggi di atas 30 akan
terombak dalam waktu yang lama, sebaliknya jika nisbah tersebut terlalu rendah
akan terjadi kehilangan N karena menguap selama proses perombakan berlangsung.
Kompos yang dihasilkan dengan fermentasi menggunakan teknologi mikrobia efektif
dikenal dengan nama bokashi. Dengan cara ini proses pembuatan kompos dapat
berlangsung lebih singkat dibandingkan cara konvensional.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan
mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud
mikrobia disini bakteri, fungi dan jasad renik lainnya. Bahan organik disini
merupakan bahan untuk baku kompos ialah jerami, sampah kota, limbah pertanian,
kotoran hewan/ ternak dan sebagainya. Cara pembuatan kompos bermacam-macam
tergantung: keadaan tempat pembuatan, budaya orang, mutu yang diinginkan,
jumlah kompos yang dibutuhkan, macam bahan yang tersedia dan selera si pembuat.
Perlu diperhatikan dalam proses pengomposan ialah kelembaban timbunan bahan
kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang
cukup, tidak terlalu kering maupun basah atau tergenang.
1.
Kandungan Hara
Kompos yang baik mengandung unsur hara makro Nitrogen > 1,5 %
, P2O5 (Phosphat) > 1 % dan K20 (Kalium ) > 1,5 %, disamping unsur mikro
lainnya. C/N ratio antara 15-20, diatas atau dibawah itu kurang baik. Untuk
kepentingan bisnis, pupuk kompos yang dihasilkan harus mempunyai kualitas yang
ajek dan supply yang berkesinambungan.
2.
Jenis Kompos
3.
Kompos Murni. Pupuk
ini ditujukan untuk lahan tanaman organik, namun juga dapat digunkan untuk
lahan pertanian nonorganik.
4.
Kompos plus mikroba
(pengikat N dan pelepas P). Pupuk yang telah diperkaya ini juga diperuntukkan
untuk lahan pertanian organik, namun juga dapat digunakan untuk lahan pertanian
nonorganik (biasa).
5.
Kompos plus pupuk
buatan. Pupuk ini hanya dapat digunakan untuk lahan pertanian non-organik.
1.
Langkah-langkah Pengomposan
Bahan baku yang digunakan sebaiknya material organik yang
mempunyai perbandingan C dan N tinggi (lebih dari 30:1). Beberapa diantaranya
adalah serbuk gergaji, sekam padi dan kotoran kambing. Waktu yang
diperlukan untuk membuat kompos dengan metode anaerob bisa 10-80 hari,
tergantung pada efektifitas dekomposer dan bahan baku yang digunakan.
Suhu optimal selama proses pengomposan berkisar 35-45oC dengan tingkat
kelembaban 30-40%. Berikut tahapan cara membuat kompos dengan proses anaerob.
1.
Siapkan bahan organik
yang akan dikomposkan. Sebaiknya pilih bahan yang lunak terdiri dari limbah
tanaman atau hewan. Bahan yang bisa digunakan antara lain, hijauan tanaman,
ampas tahu, limbah organik rumah tangga, kotoran ayam, kotoran kambing, dll.
Rajang bahan tersebut hingga halus, semakin halus semakin baik.
2.
Siapkan dekomposer
Efektif Mikroorganime (EM4) sebagai starter. Caranya, campurkan 1 cc EM4 dengan
1 liter air dan 1 gram gula. Kemudian diamkan selama 24 jam.
3.
Ambil terpal plastik
sebagai alas, simpan bahan organik yang sudah dirajang halus di atas terpal.
Campurkan serbuk gergaji pada bahan tersebut untuk menambah nilai perbandingan
C dan N. Kemudian semprotkan larutan EM4 yang telah diencerkan tadi. Aduk
sampai merata, jaga kelembaban pada kisaran 30-40%, apabila kurang lembab bisa
disemprotkan air.
4.
Siapkan tong plastik
yang kedap udara. Masukan bahan organik yang sudah dicampur tadi. Kemudian
tutup rapat-rapat dan diamkan hingga 3-4 hari untuk menjalani proses
fermentasi. Suhu pengomposan pada saat fermentasi akan berkisar 35-45o
5.
Setelah empat hari cek
kematangan kompos. Pupuk kompos yang matang dicirikan dengan baunya yang harum
seperti bau tape.
Ciri-ciri Kompos sudah jadi dan baik :
1.
Warna kompos biasanya
coklat kehitaman
2.
Kompos yang baik tidak
mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau
tanah atau bau humus hutan Apabila dipegang dan dikepal, kompos akan
menggumpal. Apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan
mudah.
Penyimpanan Kompos :
Kompos apabila sudah jadi, sebaiknya disimpan sampai 1 atau 2
bulan untuk mengurangi unsur beracun, walaupun penyimpanan ini akan menyebabkan
terjadinya sedikit kehilangan unsur yang diperlukan seperti Nitrogen. Tetapi
secara umum kompos yang disimpan dahulu lebih baik. Penyimpanan kompos harus
dilakukan dengan hati?hati, terutama yang harus dijaga adalah:
1.
Jaga kelembabannya
jangan sampai < 20 persen dari bobotnya
2.
Jaga jangan sampai
kena sinar matahari lansung (ditutup)
3.
Jaga jangan sampai
kena air / hujan secara langsung (ditutup)
Apabila akan dikemas, pilih bahan kemasan yang
kedap udara dan tidak mudah rusak. Bahan kemasan tidak tembus cahaya matahari
lebih baik. Kompos merupakan bahan yang apabila berubah, tidak dapat kembali ke
keadaan semula (Ireversible).
Apabila kompos mengering, unsur hara yang terkandung didalamnya akan ikut
hilang bersama dengan air dan apabila kompos ditambahkan air kembali maka unsur
hara yang hilang tadi tidak dapat kembali lagi.
1.
Metode Pembuatan Kompos
2.
Sistem Wind Row
Sistem Wind Row adalah proses pembuatan kompos yang paling
sederhana dan paling murah. Bahan baku kompos ditumpuk memanjang, tinggi
tumpukan 0.6 sampai 1 meter, lebar 2-5 meter. Sementara itu panjangnya dapat
mencapai 40-50 meter. Sistim ini memanfaatkan sirkulasi udara secara alami.
Optimalisasi lebar, tinggi dan panjang nya tumpukan sangat dipengaruhi oleh
keadaan bahan baku, kelem
baban, ruang pori, dan sirkulasi udara untuk mencapai bagian
tengah tumpukan bahan baku. Idealnya adalah pada tumpukan bahan baku ini harus
dapat melepaskan panas, untuk mengimbangi pengeluaran panas yang ditimbulkan
sebagai hasil proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Windrow sistim ini
merupakan sistim proses komposting yang baik yang telah berhasil dilakukan di
banyak tempat untuk memproses pupuk kandang, sampah kebun, lumpur selokan,
sampah kota dll. Untuk mengatur temperatur, kelembaban dan oksigen, pada
windrow sistim ini, maka dilakukan proses pembalikan secara periodik Inilah
secara prinsip yang membedakannya dari sistim pembuatan kompos yang lain.
Kelemahan dari sistim Windrow ini adalah memerlukan areal lahan yang cukup
luas.
2.
Sistem Aerated Static
Pile
Sistim pembuatan kompos lainnya yang lebih
maju adalah Aerated Static Pile. Secara prinsip proses komposting ini hampir sama, dengan
windrow sistim, tetapi dalam sistim ini dipasang pipa yang dilubangi untuk
mengalirkan udara. Udara ditekan memakai blower. Karena ada sirkulasi udara, maka tumpukan
bahan baku yang sedang diproses dapat lebih tinggi dari 1 meter. Proses itu
sendiri diatur dengan pengaliran oksigen. Apabila temperatur terlalu tinggi,
aliran oksigen dihentikan, sementara apabila temperatur turun aliran oksigen
ditambah. Karena tidak ada proses pembalikan, maka bahan baku kompos harus
dibuat sedemikian rupa homogen sejak awal. Dalam pencampuran harus terdapat
rongga udara yang cukup. Bahan-bahan baku yang terlalu besar dan panjang harus
dipotong-potong mencapai ukuran 4-10 cm.
3.
Sistem In Vessel
Sistem yang ketiga adalah sistim In Vessel
Composting. Dalam sistim ini dapat mempergunakan kontainer berupa apa saja,
dapat silo atau parit memanjang. Karena sistim ini dibatasi oleh struktur
kontainer, sistim ini baik digunakan untuk mengurangi pengaruh bau yang tidak
sedap seperti bau sampah kota. Sistim in vessel juga mempergunakan pengaturan
udara sama seperti sistim Aerated Static Pile. Sistim ini memiliki pintu pemasukan bahan kompos dan pintu
pengeluaran kompos jadi yang berbeda.
1.
Kegunaan dan Manfaat serta Nilai Ekonomis Kompos
2.
Kegunaan Kompos
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan
kesuburan kimia dan fiisik tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi
tanaman. Pada tanaman hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran)
atau tanaman yang sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian juga di
bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan produksi
tanaman. Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum
dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik, selain
lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk kimia rasanya
lebih baik, lebih getas, dan harum.
Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh
berbagai jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses
peruraian ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban.
Makin cocok kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 4-6 minggu sudah
jadi. Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian
menjadi kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas karena aktivitas
mikroba. Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi
kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 45°C –
65°C. Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari.
2.
Manfaat Kompos
A.
Meningkatkan kesuburan
tanah
B.
Memperbaiki struktur
dan karakteristik tanah
C.
Meningkatkan kapasitas
serap air tanah
D.
Meningkatkan aktivitas
mikroba tanah
E.
Meningkatkan kualitas
hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
F.
Menyediakan hormon dan
vitamin bagi tanaman
G.
Menekan
pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
H.
Meningkatkan
retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
3.
Nilai Ekonomis Kompos
A.
Pengkomposan dapat
mengurangi jumlah sampah sehingga akan mengurangi biaya operasinal pemusnahan
sampah.
B.
Tempat pengumpulan
sampah akhir dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama, karena sampah yang
dikumpulkan berkurang. Dengan demikian akan menguragi investasi lahan TPA.
C.
Kompos dapat
memperbaiki kondisi tanah dan dibutuhkan oleh tanaman. Hal ini berarti kompos
memiliki nilai kompetetif dan ekonomis yang berarti kompos dapat dijual.
D.
Penggunaan pupuk
anorganik dapat ditekan sehingga dapat meningkatkan efisiensi penngunaannya.
4.
Standarisasi Pembuatan Kompos
Dengan mengetahui bahwa kualitas kompos sangat
dipengaruhi oleh proses pengolahan, sedangkan proses pengolahan kompos sendiri
sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan perbandingan C dan N bahan baku, maka
untuk menentukan standarisasi kompos adalah dengan membuat standarisasi proses
pembuatan kompos serta standarisasi bahan baku kompos, sehingga diperoleh
kompos yang memiliki standar tertentu. Setelah standar campuran bahan baku
kompos dapat dipenuhi yaitu kelembaban ideal 50-60 persen dan mempunyai
perbandingan C / N bahan baku 30 : 1, masih terdapat hal lain yang harus sangat
diperhatikan selama proses pembuatan kompos itu berlangsung, yaitu harus
dilakukan pengawasan terhadaptemperature, kelembaban, odor atau aroma, dan pH.
1.
Pengamatan Temperatur
Panas ditimbulkan sebagai suatu hasil sampingan proses yang
dilakukan oleh mikroba untuk mengurai bahan organik. Temperatur ini dapat
digunakan untuk mengukur seberapa baik sistim pengomposan ini bekerja, disamping
itu juga dapat diketahui sejauh mana dekomposisi telah berjalan. Jika kompos
naik sampai temperatur 40°C – 50°C, maka dapat disimpulkan bahwa campuran bahan
baku kompos cukup mengandung bahan Nitrogen dan Carbon dan cukup mengandung air
(kelembabannya cukup) untuk menunjang pertumbuhan microorganisme. Pengamatan
temperatur harus dilakukan dengan menggunakan alat uji temperatur yang dapat
mencapai jauh ke dalam tumpukan kompos.
2.
Pengamatan Kelembapan
Pembuatan kompos akan berlangsung dengan baik pada satu keadaan
campuran bahan baku kompos yang memiliki kadar uap air antara 40 – 60 persen
dari beratnya. Pada keadaan level uap air yang lebih rendah, aktivitas
mikroorganisme akan terhambat atau berhenti sama sekali. Pada keadaan level
kelembaban yang lebih tinggi, maka prosesnya kemungkinan akan anerobik, yang
akan menyebabkan timbulnya bau busuk. Ketika bahan baku kompos dipilih untuk
kemudian dicampur, kadar uap air dapat diukur atau diperkirakan. Setelah proses
pembuatan kompos berlangsung, pengukuran kelembaban tidak perlu diulangi,
tetapi dapat langsung diamati tingkat kecukupan kandungan uap air tersebut.
Apabila proses pembuatan kompos sedang berjalan, lalu kemudian muncul bau
busuk, sudah dapat dipastikan kompos mengandung kadar air berlebihan. Kelebihan
uap air ini telah mengisi ruang pori, sehingga menghalangi diffusi oksigen
melalui bahan?bahan kompos tersebut. Inilah yang membuat keadaan menjadi
anaerobik.
3.
Pengamatan Odor/Aroma
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak
boleh menghasilkan bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian dalam
pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau. Dengan
memanfaatkan indra penciuman, dapat dijadikan sebagai alat untuk mendeteksi
permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos. Jika tercium bau
amonia, patut diduga campuran bahan kompos kelebihan bahan yang mengandung
unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu rendah). Jika tercium bau busuk, mungkin
campuran kompos terlalu banyak mengandung air. Apabila ini terjadi, lakukanlah
pembalikan (pada sistim windrow), tambahkan oksigen pada sistim Aerated Static
Pile atau In Vessel.
4.
Pengamatan Ph
Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses
dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai
sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8. Selama tahap awal proses
dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini akan mendorong
pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan
kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut
akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH antara 6 –
8. Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses pembuatan kompos, asam-asam
organik akan menumpuk.
1.
Keunggulan dan Kekurangan Kompos
A.
Keunggulan
Pupuk organik mengandung unsur hara yang
lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak
dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik). Pupuk organik mengandung asam-asam organik,
antara lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak terdapat dalam pupuk buatan yang
sangat berguna baik bagi tanaman maupun lingkungan dan mikroorganisme. Pupuk
organik mengandung makro dan mikro-organisme tanah yang mempunyai pengaruh yang
sangat baik terhadap perbaikan sifat fisik tanah dan terutama sifat biologis
tanah.
1.
Memperbaiki dan
menjaga struktur tanah
2.
Menjadi penyangga pH
tanah
3.
Menjadi penyangga
unsur hara anorganik yang diberikan
4.
Membantu menjaga
kelembaban tanah
5.
Aman dipakai dalam
jumlah besar dan berlebih sekalipun
6.
Tidak merusak
lingkungan
2.
Kekurangan
Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk yang
diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk anorganik. Karena
jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk
pengangkutan dan implementasinya. Dalam jangka pendek, apalagi untuk
tanah?tanah yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang
membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara
itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk organik tidak
se?spektakuler pemberian pupuk buatan.
BAB III
PENUTUP
1.
Simpulan
Kompos merupakan sisa-sisa makhluk hidup yang telah
mengalami pelapukan, bentuknya sudah berubah seperti tanah dan tidak berbau. Kompos memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir
mirip dengan tanah. Namun memiliki kandungan hara yang sangat bermanfaat bagi
tanaman. Sampah organik dapat diolah dengan teknologi sederhana dan hasil
olahannya dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai pupuk
alami.Pengolahan limbah garbage (organik) secara biologis dan berlangsung dalam suasana aerobic dan anaerobic.
1.
Saran
Sebaiknya pemberian pupuk anorganik harus diselingi dengan
pemberian pupuk organik (kompos). Dengan demikian diharapkan struktur tanah
dapat diperbaiki dan sekaligus tidak mengurangi kesuburan tanah untuk jangka
panjang. Terdapat perbedaan yang mendasar antara tanah yang diberi perlakuan
dengan pupuk kompos dengan diberi perlakuan tanpa kompos (pupuk anorganik).
Tanah yang diberi pupuk anorganik secara terus menerus akan mengalami penurunan
mutu unsur hara dan akan meningkatkan kekerasan struktur tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Sofian.
2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Surabaya :
Agromedia Pustaka.
Sudrajat.
2006. Seri Agriteknologi. Mengelola Sampah Kota. Surabaya : Penebar
Swadaya
www.google.com//isroi.kompos_dan_proses_pengomposan
diakses oktober 2010.
Nuryani
dan Rachman.2002. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan volume 3. Yogyakarta: UGM
press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar